Hiperseks tidak bisa dilihat dari seberapa banyak frekuensi hubungan intim yang Anda lakukan. Hiperseks mempunyai penyebabnya sendiri. Pada pasangan pengantin baru atau mereka yang terpisah cukup jauh dalam tenggang waktu lama, biasanya mempunyai aktivitas hubungan seks yang tinggi. Tetapi tingginya frekuensi tersebut lebih diwarnai oleh tingginya dorongan maupun kebutuhan seksual saja, bukan oleh sebab-sebab tertentu yang menjadi cirri utama perilaku hiperseks.
Dari frekuensi hubungan seks memang bisa dilihat apakah seseorang termasuk hiperseks atau tidak, yaitu jika frekuensinya melebihi ukuran normal. Nah dari ukuran normal ini jika kemudian terjadi peningkatan drastic, misalnya menjadi 3-4 kali sehari atau rata-rata 20 kali per minggu, barulah bisa dicurigai salah seorang dari pasangan menderita kelainan atau gangguan seksual yang disebut dengan hiperseks. Penderitanya bisa pria dan bisa juga perempuan. Lalu bagaimana tanda-tanda yang mengikuti perilak hiperseks ini?
Hiperseks pada pria tentunya berbeda dengan perempuan. Hiperseks pada pria sebut satyriaris yang bisa disebabkan oleh faktor fisik atau psikis. Dari aspek fisik, salah satu penyebabnya adalah peradangan di saluran kemih yang merangsang kerja saluran tersebut sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan terkesan “haus” untuk selalu berintin-intim. Untuk penyembuhannya, penyebab peradangan ini harus segera ditemukan. Karena jika tidak segera diobati, peradangan yang terjadi dikhawatirkan bisa meluas menjadi peradangan di buah zakar. Dan jika sudah merembet ke “pabrik” sperma ini, tentunya akan berpengaruh pada hubungan seksual, diantaranya bisa menganggu produksi hormone testosterone. Sementara aspek psikis bisa berupa ketidaknyamanan dalam diri yang membuat kebutuhan akan kedekatan dengan pasangan meningkat tajam. Tak tertutup kemungkinan ia menderita konsep diri yang sangat rendah hingga khawatir tak mendapat perhatian dari pasangan. Untuk menutupi perasaan tak amannya, ia lantas berusaha keras menunjukkan keperkasaan di ranjang sebagai satu-satunya kelebihan yang ia miliki. Atau sebaliknya, membangun “pertahanan” dengan kecurigaan berlebih, semisal mencurigai pasangan ada main dengan orang lain, tapi ia tetap menuntut aktivitas berintim-intim lebih sering dari biasanya.
Penyebab lain, aktivitas berintim-intim dijadikan satu-satunya cara berkomunikasi karena merasa tak mampu membuka diri atau menjalin komunikasi dengan baik. Bisa pula karena terbiasa memanfaatkan aktivitas berintim-intim sebagai sarana pelepas ketegangan, seperti yang kerap terjadi pada pekerja-pekerja yang bidang pekerjaannya dirasa memiliki tingkat stres amat tinggi. Atau, lantaran tak terpenuhinya keinginan atau harapan seksual yang bersangkutan.
Ketidakpuasan atau bahkan ketiadaan aktivitas yang satu ini kemudian menimbulkan masalah-masalah psikologis, seperti gelisah terus-menerus, susah tidur, dan cenderung marah-marah tanpa sebab. Ketidakjelasan kondisi psikis ini akan menyeretnya untuk terus mencari dan mencari kepuasan seks.
Hiperseks pada perempuan disebut sebagai nymphomania. Penyebabnya adalah faktor psikis sepenuhnya. Misalnya sewaktu dia masih balita sampai remaja sering menyaksikan Ibunya seringkali disiksa dan dipukuli oleh ayahnya. Nah berbekal pengalaman buruk inilah ketika dewasa dia selalu berpikiran ingin memilih pasangan yang berbeda dan lebih baik daripada ayahnya. Maka di tengah masa pencarian tersebut jika dia tidak langsung menemukan sosok yang dia mau, maka dia akan terus mencari dengan bergaul dengan banyak orang sampai menemukan orang yang dirasa cocok.
Bukankah untuk menemukan orang yang sama persis atau malah bertolak belakang sungguh tak mudah? Selalu akan ada saja satu atau dua pria yang memenuhi kriteria fisik, tapi kepribadiannya meragukan. Atau secara aspek kepribadian cocok, tapi aspek lain tak cocok. Ketidakcocokan ini menimbulkan sederet ketidakpuasan yang mendorongnya mencari dan terus mencari, hingga akhirnya membentuk semacam kebiasaan pada tubuh.