Berubah setelah menikah adalah hal yang wajar bagi kehidupan pasangan. Tetapi tingkat perubahan itulah yang membedakan berubah setelah menikah dan sebelum menikah atau pada masa pacaran. Perubahan memang mungkin terjadi di tengah jalan, termasuk soal harapan. Nah, pada saat seperti inilah cara berkomunikasi pasangan diuji. Pria harus paham bahwa perempuan lebih mengedepankan perasaan dan menghargai proses. Perempuan lebih ingin didengarkan daripada pria. Sebaliknya, para pria lebih mementingkan hasil dan cenderung memberikan solusi. Masalah sering muncul karena perempuan sebenarnya hanya ingin didengarkan.
Maka pada saat Anda menanyakan kepastian akan perubahan kesepakatan, jangan pernah memaksakan pendapat sehingga pasangan melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak ia sukai. Lalu, apa yang harus Anda berdua lakukan untuk menghadapi perubahan setelah menikah?
Pertama, sadar dan sabar. Karena siap menikah juga berarti siap menerima segala macam perubahan. Makanya, lakukan pacaran yang ideal, yaitu mencari tahu kepribadian masing-masing. Pertimbangkan apakah Anda berdua akan cocok nanti kedepannya? Perbedaan harapan sebenarnya sangat wajar walaupun kesepakatan sudah dibuat. Karena pernikahan yang bahagia pasti mempunyai perbedaan harapan juga. Nah, yang membedakan adalah maukah Anda bertoleransi dan berkorban? Dan apakah Anda berdua mampu untuk melakukan kesepakatan yang sudah diperbaharui? Maka idealnya, setiap pasangan harus mempunyai komunikasi yang sehat sehingga toleransi diantara keduanya bisa tercapai. Bahkan ketika harapan tidak bisa dipenuhi, pasti ada makna atau ada sesuatu di balik semua itu.
Berubah setelah menikah bisa diatasi dengan cara kedua, yaitu pihak ketiga. Ketika Anda berdua sudah tidak bisa menemukan solusi, cobalah untuk meminta bantuan pihak ketiga yang dekat dengan Anda dan suami. Misalnya dengan meminta anggota keluarga suami untuk berbicara dengannya. Tetapi Anda juga harus memberikan pengertian terlebih dahulu. Atau jika Anda merasa sungkan, Anda bisa bertanya pada mereka yang sudah lama menikah tentang permasalahan yang Anda hadapi. Jadi, bercerita tidak harus kepada orang tua atau mertua, berceritalah pada seseorang yang membuat Anda nyaman bercerita.
Selain itu, Anda juga bisa berkonsultasi melalui email di forum-forum atau kolom konsultasi yang semakin marak. Tetapi jika pertengkaran semakin meruncing, jangan ragu untuk bertanya pada konselor pernikahan atau psikolog. Dan yang harus Anda ingat adalah seorang psikolog juga membutuhkan waktu untuk menelaah suatu kasus atau masalah. Misalnya, satu kali pertemuan bisa satu jam atau dua jam. Biasanya akan membutuhkan lebih dari dua pertemuan untuk menemukan solusinya, terlebih jika masalahnya rumit.
Berubah setelah menikah juga bisa dihindari dengan cara yang ketiga, yaitu “ngobrol” di status. Memang banyak cara untuk mengungkapkan kekecewaan karena harapan yang tidak terpenuhi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan “mengobrol” di status di instant messenger. Misalnya Anda mengetik “all by myself”. Kemudian mungkin suami Anda bisa bertanya dalam hati, apakah ia sudah melakukan sesuatu yang tidak berkenan di hati Anda? Cara ini disebut sebagai sikap pasif agresif. Yaitu menyerang secara tidak langsung dengan bergosip, menyindir atau perilaku yang tidak berkenan. Tetapi terkadang, cara ini tidak menyelesaikan masalah malah akan menimbulkan persepsi yang salah dari pihak suami.
Contoh lainnya ketika suami ingin istrinya lebih langsing lalu ia bilang, “Kamu tambah seksi aja, nih!” padahal istrinya agak gemuk. Kalimat semacam ini tentu tak akan bermakna apa pun jika istri merasa suami sedang memujinya. Seharusnya jika memang ingin pasangan lebih langsing, ia menggunakan cara asertif alias mengemukakan keberatan tapi tetap menghargai lawan bicara. Ajak ia berolahraga, misalnya, akan terasa lebih bijak, kan?